Subjektivitas Auditor dalam Menentukan Materialitas Temuan Audit (Audit Findings)
Salah satu kode etik yang wajib dipenuhi seorang auditor adalah sikap professional. Standards Professional Practice Internal Auditing menyebutkan, sebagaimana yang diadopsi oleh The Institute of Internal Auditors antara lain:
- Standar Atribut yang meliputi: otoritas dan tanggung jawab, independensi dan objektivitas, kemahiran professional yang harus diberikan, dan program perbaikan serta penjaminan kualitas
- Standar kinerja yang meliputi: mengatur aktivitas internal auditor, sifat pekerjaan, keterlibatan perencanaan, melakukan keterlibatan, komunikasi hasil, pemantauan kemajuan, dan manajemen resiko. Seseorang yang memiliki jiwa professionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kinerja yang professional. Di dalam negeri sendiri, Pernyataan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia, membagi sepuluh standar audit yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Salah satu standar pada kelompok standar umum menyebutkan “dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama”.
Auditor dalam melaksanakan penugasan, dalam hal ini APIP, berdasarkan Standard Audit Intern Pemerintah Indonesia wajib menggunakan kemahiran professional dengan cermat dan seksama. Penemuan salah saji dianggap material jika kombinasi antara kekeliruan dan kecurangan dalam laporan akan mempengaruhi keputusan pengguna laporan. Walaupun materialitas sulit untuk diukur, auditor wajib menggunakan kemahiran professionalnya untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa tingkat materialitas telah tercapai.
Kekeliruan adalah salah saji yang tidak disengaja sedangkan fraud dilakukan dengan sengaja. Contoh kekeliruan adalah salah menghitung besarnya uang lembur berdasarkan jam lembur pegawai.Jack Bologna mendefinisikan fraud sebagai suatu tindakan criminal yang dilakukan dengan upaya penipuan guna mendapatkan keuntungan dari sisi keuangan. Menurut Arthur W. Holmes dan David C. Burns, kecurangan adalah suatu salah saji atas suatu fakta bersifat material yang diketahui tidak benar atau disajikan dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran, dengan maksud menipu pihak lain dan mengakibatkan pihak lain dirugikan. Sementara menurut Singleton, fraud memiliki tiga unsur penting, yaitu perbuatan tidak jujur, niat/kesengajaan, dan keuntungan dengan merugikan orang lain.
Berdarkan definisi-definisi tersebut , dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum kecurangan mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
- Terdapat salah saji (misrepresentation)
- Masa lampau (past) atau sekarang (present)
- Fakta bersifat material (material fact)
- Kesengajaan atau tanpa perhitungan (make knowingly or recklessly)
- Dengan maksud (intent) menimbulkan reaksi dari suatu pihak
- Pihak yang dirugikan harus bereaksi (react) terhadap salah saji tersebut
- Menimbulkan kerugian (detriment) suatu pihak
Association of Certified Fraud Examiners, organisasi yang bergerak pada bidang pencegahan dan penanggulangan kecurangan di USA, mengkategorikan kecurangan menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Kecurangan laporan keuangan, adalah kecurangan yang dibuat oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang akan merugikan pengguna laporan keuangan. Kecurangan ini dapat bersifat keuangan dan non keuangan.
- Penyalahgunaan asset. Kecurangan ini terbagi ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan asset lainnya
- Kecurangan ini terdiri atas benturan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian hadiah illegal (illegal gratuity) dan pemerasan (economic extortion)
Terdapat dua jenis kecurangan,yaitu pencurian aktiva yang sering disebut penggelapan atau kecurangan pegawai dan pelaporan keuangan yang menyesatkan, yang sering disebut sebagai kecurangan auditan. Contoh pelaporan keuangan yang menyesatkan adalah lebih saji penggelembungan (mark up) harga kontrak pengadaan barang/jasa.
Salah saji karena alasan fraud membutuhkan pertimbangan professional auditor, apakah akan menjadikan salah saji tersebut sebagai temuan audit atau mengabaikannya sesuai pertimbangan atas materialitas. Menurut International Accounting Standards, informasi dipandang material jika disajikan salah atau benar dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomis yang diambil pengguna laporan yang mendasarkan keputusan-keputusannya sebagian pada informasi laporan keuangan. Karena itu materialitas lebih merupakan pemberian suatu batasan nilai daripada suatu karakteristik kualitatif primer. Dengan demikian, menentukan suatu informasi dalam hal ini temuan audit (audit findings) material atau tidak, memerlukan pertimbangan professional subjektif seorang auditor. Suatu informasi bisa saja dinilai material oleh auditor A tapi tidak demikian oleh auditor B. Wallahu a’lam bis shawab
Oleh: Amiruddin, S.E.
Referensi:
- Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP. 2014. Buku kerja Audit Intern, Audit Investigatif.Bogor: Pusdiklatwas BPKP
- Agoes,Soekrisno.1996. Auditing (pemeriksaan Akuntan Oleh Kantor Akuntan Publik).Jakarta: LPFEUI
- Republik Indonesia. 2013. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan. Jakarta
0 Comments