Category: <span>Opini</span>

Komunikasi Audit Internal

Dalam kegiatan sehari-hari semua manusia tidak lepas dari proses komunikasi, termasuk Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Komunikasi merupakan bagian integral dalam proses audit intern yang dilakukan oleh Inspektorat, mulai dari perencanaan penugasan, pelaksanaan pengujian, hingga pemantauan tindak lanjut, semuanya memerlukan keterampilan berkomunikasi untuk mendapatkan hasil terbaik. Dengan menerapkan keterampilan berkomunikasi, pelaksanaan audit akan berjalan secara efektif dan efisien (efektif dalam arti audit dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan; efisien karena proses audit dapat dilaksanakan dengan lancar sehingga sumber daya audit benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan audit).

Manfaat komunikasi dalam audit intern :

  1. Memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengujian audit

Ketika audit merupakan proses pengumpulan dan pengujian informasi untuk menghasilkan simpulan dan rekomendasi, maka komunikasi yang baik antara auditan selaku pemilik data dan informasi dengan auditor harus dilakukan. Karena jika perolehan data dan informasi tidak memadai, maka audit tidak akan mencapai hasil yang memuaskan.

  1. Mengendalikan dan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan audit

Audit dilakukan oleh tim yang terdiri dari Penanggung Jawab, Pengendali Teknis, Ketua Tim dan Anggota Tim yang diwakili oleh individu-individu yang berbeda latar belakang pendidikan. Audit juga menjalankan aktivitas-aktivitas yang saling terkait. Maka dari itu komunikasi yang baik dalam tim harus terjaga sehingga interaksi individu dan rangkaian aktivitas dalam audit dapat berjalan dengan baik.

  1. Meningkatkan mutu audit

Ketika seluruh aktivitas dasar dalam audit dapat berjalan lancar (pengumpulan informasi, pengujian, dan penyampaian hasil audit), maka konsentrasi tim dapat diarahkan pada usaha peningkatan mutu audit. Misalnya, jika perolehan informasi menjadi mudah dan cepat, maka tim dapat berkonsentrasi untuk memilih proses analisis yang tepat guna meningkatkan mutu audit di masa depan.

  1. Memperbaiki citra audit internal

Citra auditor atau APIP yang melekat selama ini adalah arogan, semena-mena, tidak ramah dan sibuk sendiri. Citra itu menyulitkan auditor untuk melaksanakan tugasnya sebagai APIP karena tidak bisa bekerja sama dengan baik dengan auditan. Ketika auditan percaya terhadap citra tersebut dan auditor tidak bisa berkomunikasi dengan baik, maka auditan akan cenderung tertutup dan tidak mau bekerja sama bahkan dapat menghambat pekerjaan auditor dalam proses audit yang dilakukan. Dengan meningkatkan komunikasi antar pribadi, citra ini dapat dikurangi, bahkan dihilangkan. Sehingga ke depannya, diharapkan akan timbul citra yang lebih baik mengenai auditor.

 

Bentuk dan teknik komunikasi audit

Bentuk komunikasi yang biasanya digunakan dalam proses audit dapat dirangkum menjadi 7 (tujuh) bagian, yaitu:

  1. Wawancara

Wawancara biasanya digunakan auditor untuk memperoleh data ataupun fakta yang dibutuhkan selama proses audit. Cara ini merupakan alat yang cukup baik untuk memperoleh informasi, pendapat, keyakinan ataupun tanggapan seseorang mengenai sesuatu hal. Karena pada proses wawancara auditor dapat melihat langsung aksi, reaksi seseorang dalam bentuk gerak gerik dan ekspresi wajah saat wawancara berlangsung.

  1. Kuesioner

Kuesioner memungkinkan individu untuk menuliskan apa yang mereka rasa tidak pantas untuk diungkapkan secara lisan. Bahkan kuesioner dapat dianalisis secara akurat dan dapat memberikan data kuantitatif yang solid untuk mendukung temuan kualitatif.

  1. Konfirmasi

Proses ini dilakukan saat auditor ingin meminta penegasan terkait kebenaran suatu data atau informasi yang didapatkan.

  1. Presentasi

Merupakan komunikasi yang dilaksanakan secara tatap muka yang berisi penyampaian ie atau gagasan kepada sekelompok orang. Dalam proses ini bukan hanya pesan verbal yang dapat ditangkap, pesan non verbal juga penting untuk diperhatikan.

  1. Rapat

Bentuk komunikasi ini merupakan yang paling lazim ditemui dalam dunia kerja. Rapat bisa dilakukan secara internal maupun dengan pihak auditan.

  1. Rapat Kecil (Briefing)

Biasanya bentuk komunikasi ini dilakukan hanya untuk memperjelas gagasan dan mengantisipasi hambatan, bukan untuk membahas pokok gagasan. Dalam audit, rapat kecil biasanya dilaksanakan intern sebelum memulai penugasan audit.

  1. Laporan Hasil Audit

Merupakan bentuk komunikasi dimana auditor akan menyampaikan hasil audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam bentuk laporan (secara tertulis).

Oleh: Pramesti Nidiyaningrum, SE

Mengapa Auditor Harus Menulis?

Dari sekian banyak kegiatan dan tugas seorang auditor, masih ada sebuah dorongan untuk seorang auditor untuk bisa menulis dan berbagi pengalaman serta ilmunya melalui tulisan. Tapi mengapa harus menulis? Bagaimana menulis bisa mempengaruhi kapasitas kita sebagai auditor yang professional?

Selayaknya seorang dokter yang memeriksa pasien, ia harus bisa melakukan identifikasi mulai dari identitas, keluhan pasien, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang dengan laboratorium atau radiologi. Dari seluruh proses pemeriksaan tersebut akhirnya bisa menegakkan diagnosis dari penyakit yang diderita pasien dan dilakukan penanganan sesuai dengan kondisi pasiennya.

Seluruh proses tersebut haruslah terdokumentasi dengan baik. Hal ini diperlukan sebagai sarana komunikasi dokter baik pada sesama dokter yang membutuhkan informasi mengenai pasien tersebut, kepada perawat maupun sebagai bentuk pertanggungjawaban dokter mengenai apa yang sudah ia kerjakan terhadap pasien tersebut. Hal ini juga nantinya bisa menjadi sarana pembelajaran bagi para calon dokter untuk menangani seorang pasien.

Begitu juga dengan seorang auditor. Dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan assurance dalam proses pemerintahan, ia juga harus melakukan dokumentasi dan menulis mengenai apa-apa yang sudah ia lakukan. Hal ini dapat tercermin baik dari kertas kerja audit hingga laporan hasil pemeriksaan. Namun hal ini ternyata masih belum cukup untuk bisa membantu auditor lain untuk memahami apa yang dikerjakan oleh rekannya sesama auditor.

Terdapat banyak hal di luar LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) yang juga perlu dibagikan baik dalam bentuk tulisan opini maupun karya ilmiah. Hal inilah yang sepatutnya bisa ditampung dalam Majalah sebuah Inspektorat.
Tulisan ini bisa menjadi salah satu masukan opini dan pendapat yang bisa dibaca setiap saat. Selain itu hal ini juga bisa menjadi nilai tambah dari seorang auditor dalam angka kredit pengembangan profesi sebagai auditor.

Tulisan ini dapat berupa pandangan subjektif auditor terkait proses audit, reviu, evaluasi atau kegiatan lain yang dilakukan terkait pengawasan. Bisa juga mengenai pengalaman auditor dalam menjalani profesi sebagai auditor yang tentunya tidak dapat dibagikan melalui LHP. Semua ini juga tentunya perlu tetap dibagikan agar bisa meningkatkan wawasan dan pandangan bagi para pembaca sehingga ada proses pengembangan profesi yang baik dalam lingkungan Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara.

Seperti halnya yang dikatakan Imam Asy Syafi’I rahimahullah berkata, “Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalua engkau memburu kijang, setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja”. Oleh karena itu menulis menjadi sebuah kebutuhan bagi seorang auditor agar bisa terus meningkatkan kapasitas dan kemampuannya di bidang pengawasan. Semoga kita selalu diberi semangat dan kemauan untuk menulis.

Oleh: Hendra Hermadin Rasad

Subjektivitas Auditor dalam Menentukan Materialitas Temuan Audit (Audit Findings)

Salah satu kode etik yang wajib dipenuhi seorang auditor adalah sikap professional. Standards Professional Practice Internal Auditing menyebutkan, sebagaimana yang diadopsi oleh The Institute of Internal Auditors antara lain:

  1. Standar Atribut yang meliputi: otoritas dan tanggung jawab, independensi dan objektivitas, kemahiran professional yang harus diberikan, dan program perbaikan serta penjaminan kualitas
  2. Standar kinerja yang meliputi: mengatur aktivitas internal auditor, sifat pekerjaan, keterlibatan perencanaan, melakukan keterlibatan, komunikasi hasil, pemantauan kemajuan, dan manajemen resiko. Seseorang yang memiliki jiwa professionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kinerja yang professional. Di dalam negeri sendiri, Pernyataan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia, membagi sepuluh standar audit yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Salah satu standar pada kelompok standar umum menyebutkan “dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama”.

Auditor dalam melaksanakan penugasan, dalam hal ini APIP, berdasarkan Standard Audit Intern Pemerintah Indonesia wajib menggunakan kemahiran professional dengan cermat dan seksama. Penemuan salah saji dianggap material jika kombinasi antara kekeliruan dan kecurangan dalam laporan akan mempengaruhi keputusan pengguna laporan. Walaupun materialitas sulit untuk diukur, auditor wajib menggunakan kemahiran professionalnya untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa tingkat materialitas telah tercapai.

Kekeliruan adalah salah saji yang tidak disengaja sedangkan fraud dilakukan dengan sengaja. Contoh kekeliruan adalah salah menghitung besarnya uang lembur berdasarkan jam lembur pegawai.Jack Bologna mendefinisikan fraud sebagai suatu tindakan criminal yang dilakukan dengan upaya penipuan guna mendapatkan keuntungan dari sisi keuangan. Menurut Arthur W. Holmes dan David C. Burns, kecurangan adalah suatu salah saji atas suatu fakta bersifat material yang diketahui tidak benar atau disajikan dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran, dengan maksud menipu pihak lain dan mengakibatkan pihak lain dirugikan. Sementara menurut Singleton, fraud memiliki tiga unsur penting, yaitu perbuatan tidak jujur, niat/kesengajaan, dan keuntungan dengan merugikan orang lain.

Berdarkan definisi-definisi tersebut , dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum kecurangan mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Terdapat salah saji (misrepresentation)
  2. Masa lampau (past) atau sekarang (present)
  3. Fakta bersifat material (material fact)
  4. Kesengajaan atau tanpa perhitungan (make knowingly or recklessly)
  5. Dengan maksud (intent) menimbulkan reaksi dari suatu pihak
  6. Pihak yang dirugikan harus bereaksi (react) terhadap salah saji tersebut
  7. Menimbulkan kerugian (detriment) suatu pihak

Association of Certified Fraud Examiners, organisasi yang bergerak pada bidang pencegahan dan penanggulangan kecurangan di USA, mengkategorikan kecurangan menjadi tiga kelompok, yaitu:

  1. Kecurangan laporan keuangan, adalah kecurangan yang dibuat oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang akan merugikan pengguna laporan keuangan. Kecurangan ini dapat bersifat keuangan dan non keuangan.
  2. Penyalahgunaan asset. Kecurangan ini terbagi ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan asset lainnya
  3. Kecurangan ini terdiri atas benturan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian hadiah illegal (illegal gratuity) dan pemerasan (economic extortion)

 

Terdapat dua jenis kecurangan,yaitu pencurian aktiva yang sering disebut penggelapan atau kecurangan pegawai dan pelaporan keuangan yang menyesatkan, yang sering disebut sebagai kecurangan auditan.  Contoh pelaporan keuangan yang menyesatkan adalah lebih saji penggelembungan (mark up) harga kontrak pengadaan barang/jasa.

Salah saji karena alasan fraud membutuhkan pertimbangan professional auditor, apakah akan menjadikan salah saji tersebut sebagai temuan audit atau mengabaikannya sesuai pertimbangan atas materialitas. Menurut International Accounting Standards, informasi dipandang material jika disajikan salah atau benar dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomis yang diambil pengguna laporan yang mendasarkan keputusan-keputusannya sebagian pada informasi laporan keuangan. Karena itu materialitas lebih merupakan pemberian suatu batasan nilai daripada suatu karakteristik kualitatif primer. Dengan demikian, menentukan suatu informasi dalam hal ini temuan audit (audit findings) material atau tidak, memerlukan pertimbangan professional subjektif seorang auditor. Suatu informasi bisa saja dinilai material oleh auditor A tapi tidak demikian oleh auditor B. Wallahu a’lam bis shawab

Oleh: Amiruddin, S.E.

Referensi:

  1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP. 2014. Buku kerja Audit Intern, Audit Investigatif.Bogor: Pusdiklatwas BPKP
  2. Agoes,Soekrisno.1996. Auditing (pemeriksaan Akuntan Oleh Kantor Akuntan Publik).Jakarta: LPFEUI
  3. Republik Indonesia. 2013. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan. Jakarta