Month: <span>December 2018</span>

APIP 3.0: Sosialisasi PK APIP dan Maturitas SPIP

Tanjung Selor – Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara mengadakan Sosialisasi Peningkatan Kapabilitas APIP dan Maturitas SPIP Provinsi Kalimantan Utara pada Tanggal 13 Desember 2018 di Hotel Mega DC Tanjung Selor. Acara dibuka oleh Bapak Inspektur Provinsi Kalimantan Utara, Ramli, SE, M.Si. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pentingnya penguatan pengawasan Inspektorat Daerah. Hal ini diperkuat dengan Surat dari Inspektorat Jenderal Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 700/435/A-2/IJ tanggal 7 April 2017  mengenai pengawasan yang efektif. Peningkatan dan Penguatan Pengawasan Inspektorat ini disebut APIP 3.0. Materi ini disampaikan oleh Bapak Abdul Syukur dari Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Utara.

Terdapat 31 Jenis Pengawasan APIP dimana terdapat 14 Jenis Pengawasan Rutin yang terdiri dari Reviu RPJMD, Reviu RKPD, Reviu RKA, Reviu LKPD dan lainnya. Selain itu juga terdapat Audit Kinerja OPD, Audit urusan umum dan teknis, hingga pemantauan TLHP APIP dan BPKP. Semua ini merupakan urusan rutin yang wajib dilaksanakan. Diluar dari itu juga masih ada 7 jenis pengawasan prioritas daerah, 3 jenis pengawasan reformasi birokrasi dan 7 jenis penegakan integritas seperti penanganan laporan gratifikasi, monev aksi pencegahan korupsi, verifikasi pelaporan RAD PPK, verivikasi LHKPN dan pembangunan Zona Integritas.

Hal ini dipertegas juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2018 tentang Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2019 bahwa Kegiatan Pengawasan terdiri dari peningkatan kapasitas APIP, kegiatan asistensi, reviu, monitoring dan evaluasi dan pemeriksaan yakni Audit Kinerja dan Audit dengan tujuan tertentu. Sehingga audit operasional/regular yang selama ini dilakukan oleh inspektorat daerah seharusnya sudah mulai bergeser kepada audit kinerja maupun audit dengan tujuan tertentu.

Materi selanjutnya ialah Strategi Peningkatan Maturitas SPIP Level 3 Tahun 2019 berdasarkan Perka BPKP S-2214/D3/02/2018 tgl 3 Desember 2018. Perwakilan BPKP Wajib mendorong Pemda melakukan penilaian maturitas SPIP secara mandiri dan menggunakan aplikasi. Penilaian ini akan dilakukan setiap tahun. Hasil penilaian maturitas level 3 yang akan diperhitungkan untuk pemenuhan capaian target RPJMN 2015-2019 diterima paling lambat bulan Maret 2019.

Kegiatan ini dihadiri oleh 50 orang dan juga dihadiri oleh Inspektur dari kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara beserta jajaranya serta diharapkan dapat memotivasi setiap inspektorat se-Kalimantan Utara untuk lebih meningkatkan Kapabilitas APIP dan Maturitas SPIP di tahun 2019.

 

Peningkatan Kapabilitas APIP: Workshop Pemanfaatan Database SIMDA Keuangan

Tarakan – Auditor memiliki peran pengawasan yang memungkinkan untuk dapat melihat, menganalisis dan menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membantu pemangku kepentingan untuk dapat mencapai target yang akan dicapai. Oleh karena itu diperlukan  skill  tambahan yang menyenangkan dan juga sudah berkembang zaman.

SIMDA Keuangan adalah Sistem Informasi dan Manajemen Keuangan yang ada di dalam OPD. Di dalamnya mencakup seluruh informasi yang diperlukan auditor untuk melihat mulai dari perencanaan hingga pelaporan keuangan daerah setiap OPD. Seorang Auditor harus mampu mengolah data-data tersebut dalam proses pengawasan seperti audit, reviu maupun kegiatan pengawasan lainnya.

Tantangannya adalah data-data ini sangat baik dan kegiatan yang baik, program hingga lintas OPD. Hal ini tentu menyulitkan Auditor untuk bisa mengumpulkan data yang diperlukan dalam kegiatan pengawasan. Hal ini terbukti dapat dipermudah jika Auditor memiliki kemampuan menggunakan Databse SIMDA keuangan salah satunya dengan SQL Server.

SQL Server dapat mempermudah auditor untuk dapat mencari, mengatasi dan mengumpulkan hingga mengolah data secara sederhana dari databse SIMDA Keuangan. Sehingga seorang auditor dapat memperoleh data yang diperlukan dalam hitungan detik hanya dengan menggunakan perintah yang benar-benar sesuai dengan data yang ia perlukan.

Kemampuan untuk memanfaatkan Basis Data SIMDA Keuangan ini sesuai dengan  Audit Berbasis Risiko yang sedang banyak digencarkan. Keterampilan ini harapannya dapat mempersiapkan Auditor untuk dapat meningkatkan performa dan kinerjanya dalam kegiatan pengawasan.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Inspektorat Provinsi Kaltara dan Perwakilan BPKP Provinsi Kaltara pada tanggal 15-16 November 2018 dan dihadiri oleh Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara dan Inspektorat Kota Tarakan. Pemateri disampaikan oleh Bapak Abdul Syukur tentang layanan layanan dan Bapak Sartono dari Perwakilan BPKP Provinsi Kaltara.

Oleh: Hendra Hermadin Rasad

Komunikasi Audit Internal

Dalam kegiatan sehari-hari semua manusia tidak lepas dari proses komunikasi, termasuk Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Komunikasi merupakan bagian integral dalam proses audit intern yang dilakukan oleh Inspektorat, mulai dari perencanaan penugasan, pelaksanaan pengujian, hingga pemantauan tindak lanjut, semuanya memerlukan keterampilan berkomunikasi untuk mendapatkan hasil terbaik. Dengan menerapkan keterampilan berkomunikasi, pelaksanaan audit akan berjalan secara efektif dan efisien (efektif dalam arti audit dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan; efisien karena proses audit dapat dilaksanakan dengan lancar sehingga sumber daya audit benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan audit).

Manfaat komunikasi dalam audit intern :

  1. Memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengujian audit

Ketika audit merupakan proses pengumpulan dan pengujian informasi untuk menghasilkan simpulan dan rekomendasi, maka komunikasi yang baik antara auditan selaku pemilik data dan informasi dengan auditor harus dilakukan. Karena jika perolehan data dan informasi tidak memadai, maka audit tidak akan mencapai hasil yang memuaskan.

  1. Mengendalikan dan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan audit

Audit dilakukan oleh tim yang terdiri dari Penanggung Jawab, Pengendali Teknis, Ketua Tim dan Anggota Tim yang diwakili oleh individu-individu yang berbeda latar belakang pendidikan. Audit juga menjalankan aktivitas-aktivitas yang saling terkait. Maka dari itu komunikasi yang baik dalam tim harus terjaga sehingga interaksi individu dan rangkaian aktivitas dalam audit dapat berjalan dengan baik.

  1. Meningkatkan mutu audit

Ketika seluruh aktivitas dasar dalam audit dapat berjalan lancar (pengumpulan informasi, pengujian, dan penyampaian hasil audit), maka konsentrasi tim dapat diarahkan pada usaha peningkatan mutu audit. Misalnya, jika perolehan informasi menjadi mudah dan cepat, maka tim dapat berkonsentrasi untuk memilih proses analisis yang tepat guna meningkatkan mutu audit di masa depan.

  1. Memperbaiki citra audit internal

Citra auditor atau APIP yang melekat selama ini adalah arogan, semena-mena, tidak ramah dan sibuk sendiri. Citra itu menyulitkan auditor untuk melaksanakan tugasnya sebagai APIP karena tidak bisa bekerja sama dengan baik dengan auditan. Ketika auditan percaya terhadap citra tersebut dan auditor tidak bisa berkomunikasi dengan baik, maka auditan akan cenderung tertutup dan tidak mau bekerja sama bahkan dapat menghambat pekerjaan auditor dalam proses audit yang dilakukan. Dengan meningkatkan komunikasi antar pribadi, citra ini dapat dikurangi, bahkan dihilangkan. Sehingga ke depannya, diharapkan akan timbul citra yang lebih baik mengenai auditor.

 

Bentuk dan teknik komunikasi audit

Bentuk komunikasi yang biasanya digunakan dalam proses audit dapat dirangkum menjadi 7 (tujuh) bagian, yaitu:

  1. Wawancara

Wawancara biasanya digunakan auditor untuk memperoleh data ataupun fakta yang dibutuhkan selama proses audit. Cara ini merupakan alat yang cukup baik untuk memperoleh informasi, pendapat, keyakinan ataupun tanggapan seseorang mengenai sesuatu hal. Karena pada proses wawancara auditor dapat melihat langsung aksi, reaksi seseorang dalam bentuk gerak gerik dan ekspresi wajah saat wawancara berlangsung.

  1. Kuesioner

Kuesioner memungkinkan individu untuk menuliskan apa yang mereka rasa tidak pantas untuk diungkapkan secara lisan. Bahkan kuesioner dapat dianalisis secara akurat dan dapat memberikan data kuantitatif yang solid untuk mendukung temuan kualitatif.

  1. Konfirmasi

Proses ini dilakukan saat auditor ingin meminta penegasan terkait kebenaran suatu data atau informasi yang didapatkan.

  1. Presentasi

Merupakan komunikasi yang dilaksanakan secara tatap muka yang berisi penyampaian ie atau gagasan kepada sekelompok orang. Dalam proses ini bukan hanya pesan verbal yang dapat ditangkap, pesan non verbal juga penting untuk diperhatikan.

  1. Rapat

Bentuk komunikasi ini merupakan yang paling lazim ditemui dalam dunia kerja. Rapat bisa dilakukan secara internal maupun dengan pihak auditan.

  1. Rapat Kecil (Briefing)

Biasanya bentuk komunikasi ini dilakukan hanya untuk memperjelas gagasan dan mengantisipasi hambatan, bukan untuk membahas pokok gagasan. Dalam audit, rapat kecil biasanya dilaksanakan intern sebelum memulai penugasan audit.

  1. Laporan Hasil Audit

Merupakan bentuk komunikasi dimana auditor akan menyampaikan hasil audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam bentuk laporan (secara tertulis).

Oleh: Pramesti Nidiyaningrum, SE

Mengapa Auditor Harus Menulis?

Dari sekian banyak kegiatan dan tugas seorang auditor, masih ada sebuah dorongan untuk seorang auditor untuk bisa menulis dan berbagi pengalaman serta ilmunya melalui tulisan. Tapi mengapa harus menulis? Bagaimana menulis bisa mempengaruhi kapasitas kita sebagai auditor yang professional?

Selayaknya seorang dokter yang memeriksa pasien, ia harus bisa melakukan identifikasi mulai dari identitas, keluhan pasien, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang dengan laboratorium atau radiologi. Dari seluruh proses pemeriksaan tersebut akhirnya bisa menegakkan diagnosis dari penyakit yang diderita pasien dan dilakukan penanganan sesuai dengan kondisi pasiennya.

Seluruh proses tersebut haruslah terdokumentasi dengan baik. Hal ini diperlukan sebagai sarana komunikasi dokter baik pada sesama dokter yang membutuhkan informasi mengenai pasien tersebut, kepada perawat maupun sebagai bentuk pertanggungjawaban dokter mengenai apa yang sudah ia kerjakan terhadap pasien tersebut. Hal ini juga nantinya bisa menjadi sarana pembelajaran bagi para calon dokter untuk menangani seorang pasien.

Begitu juga dengan seorang auditor. Dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan assurance dalam proses pemerintahan, ia juga harus melakukan dokumentasi dan menulis mengenai apa-apa yang sudah ia lakukan. Hal ini dapat tercermin baik dari kertas kerja audit hingga laporan hasil pemeriksaan. Namun hal ini ternyata masih belum cukup untuk bisa membantu auditor lain untuk memahami apa yang dikerjakan oleh rekannya sesama auditor.

Terdapat banyak hal di luar LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) yang juga perlu dibagikan baik dalam bentuk tulisan opini maupun karya ilmiah. Hal inilah yang sepatutnya bisa ditampung dalam Majalah sebuah Inspektorat.
Tulisan ini bisa menjadi salah satu masukan opini dan pendapat yang bisa dibaca setiap saat. Selain itu hal ini juga bisa menjadi nilai tambah dari seorang auditor dalam angka kredit pengembangan profesi sebagai auditor.

Tulisan ini dapat berupa pandangan subjektif auditor terkait proses audit, reviu, evaluasi atau kegiatan lain yang dilakukan terkait pengawasan. Bisa juga mengenai pengalaman auditor dalam menjalani profesi sebagai auditor yang tentunya tidak dapat dibagikan melalui LHP. Semua ini juga tentunya perlu tetap dibagikan agar bisa meningkatkan wawasan dan pandangan bagi para pembaca sehingga ada proses pengembangan profesi yang baik dalam lingkungan Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara.

Seperti halnya yang dikatakan Imam Asy Syafi’I rahimahullah berkata, “Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalua engkau memburu kijang, setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja”. Oleh karena itu menulis menjadi sebuah kebutuhan bagi seorang auditor agar bisa terus meningkatkan kapasitas dan kemampuannya di bidang pengawasan. Semoga kita selalu diberi semangat dan kemauan untuk menulis.

Oleh: Hendra Hermadin Rasad

Subjektivitas Auditor dalam Menentukan Materialitas Temuan Audit (Audit Findings)

Salah satu kode etik yang wajib dipenuhi seorang auditor adalah sikap professional. Standards Professional Practice Internal Auditing menyebutkan, sebagaimana yang diadopsi oleh The Institute of Internal Auditors antara lain:

  1. Standar Atribut yang meliputi: otoritas dan tanggung jawab, independensi dan objektivitas, kemahiran professional yang harus diberikan, dan program perbaikan serta penjaminan kualitas
  2. Standar kinerja yang meliputi: mengatur aktivitas internal auditor, sifat pekerjaan, keterlibatan perencanaan, melakukan keterlibatan, komunikasi hasil, pemantauan kemajuan, dan manajemen resiko. Seseorang yang memiliki jiwa professionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kinerja yang professional. Di dalam negeri sendiri, Pernyataan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia, membagi sepuluh standar audit yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Salah satu standar pada kelompok standar umum menyebutkan “dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama”.

Auditor dalam melaksanakan penugasan, dalam hal ini APIP, berdasarkan Standard Audit Intern Pemerintah Indonesia wajib menggunakan kemahiran professional dengan cermat dan seksama. Penemuan salah saji dianggap material jika kombinasi antara kekeliruan dan kecurangan dalam laporan akan mempengaruhi keputusan pengguna laporan. Walaupun materialitas sulit untuk diukur, auditor wajib menggunakan kemahiran professionalnya untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa tingkat materialitas telah tercapai.

Kekeliruan adalah salah saji yang tidak disengaja sedangkan fraud dilakukan dengan sengaja. Contoh kekeliruan adalah salah menghitung besarnya uang lembur berdasarkan jam lembur pegawai.Jack Bologna mendefinisikan fraud sebagai suatu tindakan criminal yang dilakukan dengan upaya penipuan guna mendapatkan keuntungan dari sisi keuangan. Menurut Arthur W. Holmes dan David C. Burns, kecurangan adalah suatu salah saji atas suatu fakta bersifat material yang diketahui tidak benar atau disajikan dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran, dengan maksud menipu pihak lain dan mengakibatkan pihak lain dirugikan. Sementara menurut Singleton, fraud memiliki tiga unsur penting, yaitu perbuatan tidak jujur, niat/kesengajaan, dan keuntungan dengan merugikan orang lain.

Berdarkan definisi-definisi tersebut , dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum kecurangan mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Terdapat salah saji (misrepresentation)
  2. Masa lampau (past) atau sekarang (present)
  3. Fakta bersifat material (material fact)
  4. Kesengajaan atau tanpa perhitungan (make knowingly or recklessly)
  5. Dengan maksud (intent) menimbulkan reaksi dari suatu pihak
  6. Pihak yang dirugikan harus bereaksi (react) terhadap salah saji tersebut
  7. Menimbulkan kerugian (detriment) suatu pihak

Association of Certified Fraud Examiners, organisasi yang bergerak pada bidang pencegahan dan penanggulangan kecurangan di USA, mengkategorikan kecurangan menjadi tiga kelompok, yaitu:

  1. Kecurangan laporan keuangan, adalah kecurangan yang dibuat oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang akan merugikan pengguna laporan keuangan. Kecurangan ini dapat bersifat keuangan dan non keuangan.
  2. Penyalahgunaan asset. Kecurangan ini terbagi ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan asset lainnya
  3. Kecurangan ini terdiri atas benturan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian hadiah illegal (illegal gratuity) dan pemerasan (economic extortion)

 

Terdapat dua jenis kecurangan,yaitu pencurian aktiva yang sering disebut penggelapan atau kecurangan pegawai dan pelaporan keuangan yang menyesatkan, yang sering disebut sebagai kecurangan auditan.  Contoh pelaporan keuangan yang menyesatkan adalah lebih saji penggelembungan (mark up) harga kontrak pengadaan barang/jasa.

Salah saji karena alasan fraud membutuhkan pertimbangan professional auditor, apakah akan menjadikan salah saji tersebut sebagai temuan audit atau mengabaikannya sesuai pertimbangan atas materialitas. Menurut International Accounting Standards, informasi dipandang material jika disajikan salah atau benar dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomis yang diambil pengguna laporan yang mendasarkan keputusan-keputusannya sebagian pada informasi laporan keuangan. Karena itu materialitas lebih merupakan pemberian suatu batasan nilai daripada suatu karakteristik kualitatif primer. Dengan demikian, menentukan suatu informasi dalam hal ini temuan audit (audit findings) material atau tidak, memerlukan pertimbangan professional subjektif seorang auditor. Suatu informasi bisa saja dinilai material oleh auditor A tapi tidak demikian oleh auditor B. Wallahu a’lam bis shawab

Oleh: Amiruddin, S.E.

Referensi:

  1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP. 2014. Buku kerja Audit Intern, Audit Investigatif.Bogor: Pusdiklatwas BPKP
  2. Agoes,Soekrisno.1996. Auditing (pemeriksaan Akuntan Oleh Kantor Akuntan Publik).Jakarta: LPFEUI
  3. Republik Indonesia. 2013. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan. Jakarta

Apresiasi Gubernur untuk APIP Terbaik Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara Periode Januari – Juni 2018

Tanjung Selor – Pada tanggal 4 September 2018 dilakukan entry meeting untuk Penilaian Mandiri Maturitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) Provinsi Kalimantan Utara. Dari pertemuan ini dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Utara Dr. H. Irianto Lambrie beserta jajarannya, Kepala BPKP Perwakilan Kalimantan Utara Alexander Rubi Setyoadi dan jajarannya, serta Inspektur Provinsi Kalimantan Utara Ramli, SE, M.Si beserta jajarannya. Pertemuan ini juga tentunya dihadiri oleh Kepala Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Kaltara yang memiliki peran besar dalam SPIP itu sendiri.

Dalam kesempatan ini dibahas mengenai pentingya SPIP dalam pemerintahan daerah, dasar hukum yang menaungi dan target maturitas SPIP yang diharapkan dapat mencapai level III. Namun dalam pertemuan ini juga disampaikan apresiasi dari Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara kepada Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Ketua Tim Berkinerja Baik dan Berperilaku Baik.

Menurut salah satu tim yang bertugas dalam kegiatan ini, Rista Yanti Sampe Padang, SE. penilaian berdasarkan kedisiplinan (tingkat kehadiran), ketepatan dalam penyampaian KKP, kesesuaian PKP dan KKP, Penilaian antar APIP, Prestasi dalam Pelaksanaan Diklat dan Penilaian dari Inspektur.

Sedangkan penilaian untuk Ketua Tim ialah Kesesuaian PKP terhadap Hasil Audit, Ketepatan waktu penerbitan dan penyampaian P2HP, Waktu penerbitan LHP setelah penyampaian tanggapan auditee, Penilaian dari OPD yang pernah diperiksa dan Penilaian Inspektur serta Dalnis.

Kami sempat mewawancarai salah satu APIP terbaik yaitu Ratih Wiharyati, S.Hut tentang kesan setelah terpilih menjadi APIP terbaik, “Perasaan senang dan bangga pasti ada, semoga ke depannya tidak menjadi beban tetapi justru bisa menjadi teladan dan motivasi bagi rekan-rekan sejawat”.

Saat ditanya apakah memiliki role model dalam bekerja dan alasannya,” Role model tentunya adalah pimpinan (inspektur) karena beliau memiliki kinerja yg baik dan disiplin kerja yg tinggi yg sangat menginspirasi.”

Menjadi seorang auditor tentunya juga memiliki kesibukan tersendiri. Beliau memiliki tips dan trik untuk menghadapinya. “Semua pekerjaan pasti melelahkan, harus lebih pandai mensiasati waktu saja agar tidak jenuh, bekerja serius tapi santai, dan selalu berusaha menjalin hubungan dan kerjasama yg baik dgn rekan-rekan sekantor shingga suasana bekerja bisa lebih nyaman dan kondusif.”

Dan sebagai penutup, saat ditanya bagaimana tips dan trik supaya menjadi APIP terbaik beliau mengaku tidak ada trik tertentu dalam bertugas dan hanya mengalir saja. Menjalankan tugas yang diperintahkan dengan baik dan selalu ikhlas dalam bekerja.

Semoga dengan adanya bentuk apresiasi ini, kita bisa menjadi lebih termotivasi meningkatkan performa kita dalam bekerja. Gubernur sendiri menjanjikan akan memberikan hadiah umroh bagi APIP terbaik yang terpilih dua periode berturut-turut.

Oleh: Hendra Hermadin Rasad

Zona Integritas sebagai Garda Terdepan Pencegahan Korupsi

Tarakan – Sejak 30 Juni 2018, Pemerintah Provinsi Kaltara mulai berkomitmen dalam mengembangkan zona integritas di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Pencanangannya mulai dilaksanakan di salah satu BLUD yaitu RSUD Tarakan. Apa sebenarnya zona integritas dan bagaimana perannya terhadap pencegaha korupsi?

Pada Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2014 disebutkan bahwa Zona Integritas adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

WBK adalah Wilayah Bebas Korupsi dimana predikat ini adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan dan penguatan akuntabilitas kinerja.

WBBM adalah Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani merupakan predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja dan penguatan kualitas pelayanan publik.

Tujuan dari pengembangan ZI ini adalah sebagai bentuk nyata dari pencegahan korupsi di lingkungan instansi pemerintahan. Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi peerintah menetapkan satu atau beberapa unit kerja yang diusulkan sebagai Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Pemilihan unit kerja yang diusulkan sebagai Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani memperhatikan beberapa syarat yang telah ditetapkan, diantaranya: 1) Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan pelayanan public; 2) Mengelola sumber daya yang cukup besar, serta 3) Memiliki tingkat keberhasilan Reformasi Birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut. Dalam hal ini RSUD Tarakan telah menjadi salah satu uni yang dipilih dan dianggap memenuhi kriteria di atas. Diharapkan untuk pengembangan ZI selanjutnya, RSUD Tarakan dapat menjadi percontohan bagi OPD lain.Menurut salah satu anggota tim ZI yang turun langsung dalam pendampingan ZI di RSUD Tarakan, Dwi Prasetyo Hutomo menyebutkan bahwa ZI merupakan sebuah assessment panjang yang nantinya akan dinilai oleh dua lembaga. Yang pertama yaitu tim penilai internal yang terdiri dari SPI dan Inspektorat, dan yang kedua ialah Tim Penilai Nasional (TPN) dari Kemenpan-RB. Proses pendampingan ini harus merombak semua pola kerja sehingga seluruh kegiatan harus terdokumentasikan serta dilakukan evaluasi serta monitoring yang berkelanjutan.

Terdapat beberapa komponen yang harus dibangun dalam Zona Integritas yaitu komponen pengungkit dan komponen hasil. Di bawah ini adalah gambar yang menunjukkan hubungan masing-masing komponen dan indikator pembangun komponen.

Komponen Zona Integritas

Melalui model tersebut dapat diuraikan bahwa program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan manajemen SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan Pengawasan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik merupakan komponen pengungkit yang diharapkan dapat menghasilkan sasaran pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Penilaian terhadap setiap program dalam komponen pengungkit dan komponen hasil diukur melalui indikator-indikator yang dipandang mewakili program tersebut. Sehingga dengan menilai indikator tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian upaya yang berdampak pada pencapaian sasaran.

Oleh: Hendra Hermadin Rasad

Pertama Kali di Kaltara: Diklat Pembentukan Auditor Ahli

Tanjung Selor – Menurut Keputusan AAIPI No: Kep-005/AAIPI/DPN/2014 disebutkan bahwa Auditor adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada instansi pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini auditor yang dimaksud adalah Auditor Internal Pemerintah atau biasa disebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Peran APIP semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP diharapkan menjadi agen perubahan yang dapat menciptakan nilai tambah pada produk atau layanan instansi pemerintah. APIP sebagai pengawas intern pemerintah merupakan salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada pemerintahan/birokrasi yang bersih (dean government).

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor internal pemerintah harus memiliki kompetensi dalam hal terkait pengawasan. Salah satunya ialah dengan Diklat Pembentukan Auditor Ahli yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP yang berpusat di Ciawi, Bogor.

Pelatihan Pembentukan Auditor Ahli ini juga sudah dilaporkan ke BPKP Pusat untuk mengalokasikan kelas diklat di Kaltara. Hal ini biasanya sulit dilakukan oleh BPKP perwakilan provinsi dikarenakan tidak selalu syarat yang dibutuhkan ada. Misalkan anggarannya ada, tapi SDM nya tidak ada. Atau malah sebaliknya SDM ada dan siap tapi anggaran tidak ada. Bisa jadi juga justru yang dibutuhkan diklat pembentukan auditor muda. Sehingga Pelatihan Pembentukan Auditor Ahli ini menjadi salah satu kegiatan yang cukup menyita perhatian dalam penyelenggaraanya.Namun tahun ini telah dilaksanakan Diklat Pembentukan Auditor Ahli pertama kali dilaksanakan di Kalimantan Utara tepatnya di BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara yaitu di Kota Tarakan. Menurut Bapak Abdul Syukur selaku Korwas Prolap – APP di BPKP Perwakilan Kaltara menyebutkan bahwa Diklat Pembentukan Auditor Ahli ini kebetulan juga bertepatan dengan pelatihan Training of Trainer (ToT) dari 4 orang dari BPKP Perwakilan Kaltara untuk bisa memberi pelatihan pembentukan auditor ahli, bertepatan dengan penerimaan auditor ahli yang baru dari Inspektorat Provinsi Kaltara sehingga pelaksanaan diklat dapat dilakukan.

Suasana Diklat Pembentukan Auditor Ahli

Salah satu hal yang paling menantang dalam pelaksanaan diklat ini adalah penetapan peserta diklat di luar Inspektorat Provinsi Kaltara. Dikarenakan peserta dari provinsi sudah terdapat daftar pastinya, sedangkan dari inspektorat kabupaten pendaftarannya secara personal melalui website. Sehingga terkadang terdapat kesalahan-kesalahan administratif/salah upload dokumen.

Menurut salah satu peserta diklat yang juga menjadi salah satu peserta terbaik, Noer Aulia Rahman, pada Diklat Pembentukan Auditor Ahli menyatakan bahwa dalam diklat ini ia mendapatkan begitu banyak pengetahuan yang akan sangat bermanfaat bagi karir sebagai auditor di masa yang akan datang.

Sdr Aulia menyatakan bahwa,”Kami sebagai generasi baru penerus perjuangan APIP akan menjadi garda terdepan dalam pengawasan internal pemerintahan daerah demi mewujudkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, khususnya Provinsi Kalimantan Utara. Terima kasih.”

Kedepannya diharapkan akan selalu ada pelatihan/diklat yang terus dapat meningkatkan kapabilitas auditor dalam menjalankan tugas dan fungsinya di masa yang akan datang.

Oleh: Hendra Hermadin Rasad

Menjadi Pengawas di Garis Terdepan Indonesia

Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara merupakan unsur pengawas penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara. Tugasnya ialah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan urusan pemerintahan di Provinsi Kalimantan Utara.

Lalu bagaimana Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara mulai melaksanakan tugas tersebut? Apa saja tantangannya dan bagaimana cara mengatasinya? Dalam hal ini kami berkesempatan untuk berdiskiskusi dengan salah satu Inspektur Pembantu yaitu Bapak Seno Hendriyanto, S.Sos, M.Si selaku Inspektur Pembantu Wilayah I.

Bagaimana dengan kegiatan Inspektorat saat baru pertama kali dibentuk? Apa saja tantangannya?“Awalnya Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara hanya terdiri dari seorang Inspektur, tiga Inspektur Pembantu, satu Sekretaris, dua orang Eselon IV dan tiga orang staff yaitu Pak Kusmahady, Mbak Endah dan Mas Irfan. Dan hal pertama yang kami lakukan adalah kami harus memiliki kode etik yaitu Audit Charter yang ditandatangani Gubernur serta SOP yang mungkin waktu itu masih seadanya namun setidaknya untuk SOP pemeriksaan yang sudah kami susun dengan baik. Saat itu masih sekitar tahun 2014, karena pada tahun 2013 baru berjalan tidak sampai setengah tahun dikarenakan masih proses mencari tempat, konsolidasi dan lainnya karena saat itu Inspektorat masih baru.”

Beliau menjelaskan bahwa saat itu hal utama yang dibuat ialah PKPT (Program Kerja Pengawasan Tahunan) yang tentunya menjadi salah satu dari hal utama yang harus dimiliki Inspektorat. Tantangan terbesar saat Inspektorat masih dibentuk tentunya banyak. Salah satunya ialah perbedaan cara pandang dan bekerja dari orang-orang yang ada di dalamnya.

“Orang-orang di dalam Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara saat itu tidak hanya dari satu daerah saja, tetapi dari berbagai Instansi Pemerintah Daerah seperti Tarakan, Malinau, Nunukan, Bulungan, KTT bahkan ada yang dari luar Kalimantan Utara dan di luar Kalimantan, sehingga masing-masing membawa pola dan cara berorganisasi yang berbeda-beda. Banyak kebijakan yang tidak sama, sehingga saat kita berkumpul jadi satu, banyak hal yang harus disamakan persepsinya.”

“Cara mengelola perjalanan dinas Tarakan tentu berbeda dengan Kabupaten Bulungan, walaupun tentunya ada peraturan induk yang sama namun penjabaran di daerahnya yang berbeda. Misal lama waktu perjalanan dinas yang diperbolehkan dan sebagainya.”

Pak Seno juga mengakui bahwa di awal penyelenggaraan Pemerintah Daerah masih banyak hal yang menjadi longgar dikarenakan perbedaan persepsi peraturan dalam menjabarkan peraturan. Sehingga awalnya Inspektorat perlu lebih banyak mendengar dari tiap SKPD agar bisa merumuskan hal-hal terkait penjabaran pengelolaan Pemerintah Daerah misalnya pengelolaan keuangan atau pengelolaan aset.

Di sinilah letak suka dukanya menjadi bagian dari Internal Auditor bagi Pemerintah Daerah yang masih baru, sehingga hal-hal yang se simple ketepatan waktu datang di pagi hari apakah harus tepat jam 7.30 ataukah jika hujan maka bisa lebih lambat atau tidak, dikarenakan banyaknya perbedaan persepsi waktu itu.

“Dibandingkan dengan saat ini tentunya masing-masing mempunyai tantangannya. Jika dulu beban kerja banyak dengan orang yang sedikit, namun program kerja tidak sebanyak saat ini. Untuk saat ini program banyak, tetapi SDM nya masih banyak di level pemula seperti teman-teman yang baru masuk sekarang sehingga saat penugasan, pencarian untuk ketua tim menjadi agak lama. Namun sepertinya ini tidak akan berlangsung lama karena diharapkan sebentar lagi teman-teman yang senior bisa di posisi ketua tim, maka penugasan akan lebih mudah.”

Beliau juga menjabarkan bahwa Inspektorat sebenarnya dibagi menjadi tiga wilayah yang seharusnya setiap auditor bertugas di wilayah yang sudah dibagi, namun karena keterbatasan tersebut, masih belum bisa diterapkan, Jika nanti jumlah ketua tim sudah cukup maka hal tersebut diharapkan bisa dilakukan.

“Auditor sendiri merupakan orang yang tahu banyak tetapi tidak dalam. Karena penugasan yang lintas sectoral, kita tidak pernah mengerjakan satu hal secara fokus dan secara lama. Misal sebelumnya kami memeriksa Kesbangpol dan setelahnya memeriksa Dinas Kesehatan yang tentunya memiliki pola kerja dan proses bisnis berbeda. Mungkin terdapat hal yang sama seperti pengelolaan kepegawaian dan barang jasa namun kaitannya pengelolaan secara khusus barang jasa pun tentunya berbeda, misal di Dinas Kesehatan ada pengaturan pengadaan barang jasa dari Kemenkes. Inilah yang menjadi tantangan seorang auditor sehingga ia harus tau banyak. Lebih baik lagi jika tau banyak dan dalam, tetapi manusia tentu punya keterbatasan, maka dari itu, saran saya untuk teman-teman auditor yang masih baru, harus sudah mulai menguasai satu bidang tanpa mengesampingkan keilmuan lain.”

Hal ini disebutkan beliau menjadi penting karena nantinya akan berhubungan dengan penugasan dari atasan yang pastinya akan mencari orang yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang cukup di suatu bidang, namun harus tetap tanpa mengesampingkan cabang ilmu yang lain.

“Harus bisa semua, tapi sangat bisa dalam satu bidang tertentu.” Tegas beliau.

“Selain itu juga teman-teman yang baru harus bisa back up Ketua Tim. Bekerja secara professional dan independen dan tentunya harus Jujur. Seorang auditor harus jujur sehingga apapun yang ia lakukan harus sama seperti bagaimana ia ingin diperlakukan.”

“Bersyukurlah teman-teman yang baru ini tidak pernah merasakan zaman feodal dimana sangat berbeda atmosfer nya saat baru masuk menjadi PNS di Kalimantan Utara dan provinsi lain. Provinsi Kaltara ini masih baru sehingga yang baru masuk pun langsung mendapat pekerjaan. Di Provinsi lain masih ada kondisi di mana pegawai baru masih belum diberi tugas dan terdapat perbedaan ‘Kasta’ untuk seorang auditor memeriksa orang yang memiliki jabatan tertentu. Namun hal tersebut tidak ditemukan di Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara.”

Beliau juga melanjutkan pesan untuk teman-teman auditor yang masih baru, “Komunikasi audit harus tetap dijaga. Meskipun kita memiliki tugas untuk memeriksa dan mempertanyakan setiap fakta di dokumen maupun lapangan, harus tetap dengan bimbingan dari para auditor senior untuk konfirmasi kepada SKPD yang bersangkutan. Sampai nanti akhirnya sudah jadi PNS dan menjadi auditor seutuhnya kita bisa melakukannya sendiri.”

Di akhir diskusi, beliau menekankan.”Setiap auditor harus menentukan spesialisasi, jangan malas baca peraturan dan diskusi. Peraturan terlalu banyak sehingga diskusi bisa menjadi solusi untuk kita yang sulit dalam membaca dan memahami peraturan.”

Oleh: Hendra Hermadin Rasad